Selasa, 25 Juni 2013

LAPORAN PENELITIAN HADITS TENTANG MENCARI ILMU DI NEGERI CINA

A. Pendahuluan Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Hadits adalah segala perkataan, perbuatan, serta ketetapan yang berasal dari Nabi SAW. dan merupakan sumber hukum atau pedoman yang kedua setelah Al-Quran dalam ajaran Islam. Dalam menunjukan dalil-dalil hukum, seringkali para Ulama khususnya para Da’i menggunakan Hadits dalam menerangkan dan menguatkan pernyataan yang disampaikannya. Namun demikian, banyak perkataan-perkataan yang digunakan para Da’i yang sebetulnya bukan termasuk Hadits Nabi, tetapi mereka mengatakan bahwa itu adalah Hadits (dengan mengatakan: “Qoola Rasulullahi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam Qoola:....”). Mungkin salah satu sebabnya adalah karena sebagian dari mereka tidak atau belum mengetahui yang sebenarnya bahwa itu merupakan Hadits atau bukan. Memang seringkali banyak perkataan yang nampak seperti Hadits bahkan dianggap Hadits yang shahih karena memang sudah masyhur (umum dikenal), padahal bisa jadi itu bukan hadits shahih atau bahkan bukan Hadits Nabi (Hadits maudhu’/dibuat-buat/palsu). Salah satu matan Hadits yang masyhur (terkenal) adalah “Uthlubul ‘ilma walau bisshin” (carilah ilmu walau ke Negeri Cina). Sebagian banyak orang menganggap bahwa perkataan ini adalah termasuk hadits, bahkan ada yang menganggap sebagai Hadits shahih. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai Hadits tersebut, dalam makalah ini akan dibahas mengenai penelitian dan kandungan makna (fiqh al-hadits) terhadap Hadits tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Penelitian Hadits tentang Mencari Ilmu di Negeri Cina? 2. Bagaimana Fiqhul Hadits dari Hadits tentang Mencari Ilmu di Negeri Cina? C. Pembahasan 1. Penelitian Hadits tentang Mencari Ilmu di Negeri Cina Hadits. 1 Hadits tentang mencari Ilmu di negeri Cina dalam Kitab Syu’bul Iman أخبرنا أبو عبد الله الحا فظ أنا أبو الحسن علي بن محمد بن عقبت الشيبا ني ثنا محمد بن علي بن عفان وأخبرنا أبومحمد الأ صبها ني أنا أبو سعيد بن زياد ثنا جعفر بن عا مر العسكري قالا ثناالحسن بن عطية عن أبي عاتكة عن أنس بن مالك قال: قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم:" اطلبوا العلم ولو بالصين فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم ". Artinya: “Telah mengabarkan kepadaku Abu Abdullah Al Hafizh, telah mengabarkan kepadaku Abul Hasan Ali bin Muhammad bin ‘Uqbah Asy Syaibani, mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ali bin ‘Affan, mengabarkan kepadaku Abu Muhammad Al Ashbahani, mengabarkan kepadaku Abu Sa’id bin Ziyad, berkata kepadaku Ja’far bin ‘Amir Al ‘Askari, mereka berdua berkata: telah bercerita kepada kami Al Hasan bin ‘Athiyah dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: carilah ilmu walau ke Negeri Cina, sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. Hadits. 2 Hadits tentang mencari Ilmu di negeri Cina dalam Kitab al-Maudhu’at أنبأنا محمد بن نا صر قال أنبأ نا محد بن علي بن ميمون قال أنبأنا محمد بن علي العلوي قال أنبأنا علي بن محمد بن بيان قال حد ثنا أحمد بن خالد المرهبي قال حدثنا محمد بن علي بن حبيب قال حدثنا العباس بن إسما عيل قال حدثنا الحسن بن عطية الكوفي عن أبي عا تكة عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :"اطلبوا العلم ولو بالصين" Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Nashir, dia berkata telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ali bin Maimun, dia berkata telah mengabarkan kepada kami Muhammad bi n Ali al-Alawy, dia berkata telah mengabarkan kepada kami Ali bin Muhammad bin Bayyan dia berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Kholid al-Marohibi ia berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ali bin Khubaib dia berkata telah menceritakan kepada kami Al ‘Abas bin Ismail dia berkata telah menceritakan kepada kami al Hasan bin ‘athiyah al Kaufi dari Abi Atikah dari Anas dia berkata: Rasulullah SAW telah berkata: “carilah ilmu walau ke Negeri Cina”. Skema Sanad Hadits. 1 رسول الله صلى الله عليه وسلم أنس بن مالك أبي عاتكه الحسن بن عطيه أبو سعيد بن زياد جعفر بن عامر أبو محمد الأصبهاني محمد بن علي بن عفان أبو الحسن علي بن محمد بن عقبة أبو عبد الله الحا فظ Skema Sanad Hadits. 2 رسول الله صلى الله عليه وسلم أنس بن مالك أبي عاتكه الحسن بن عطيه العباس بن اسماعيل محمد بن على بن حبيب احمد بن خالد على بن محمد بن بيان محمد بن على محمد بن على بن ميمون محمد بن ناصر Penelitian Kualitas Rijalul Hadits. 1: قول النقا د روى عنه روى عن ولد/مات لقب اسم رقم هومن أصحاب الرسول الحسن,ابن سر,الشعبى رسول الله, أبو بكر, عثمان ولد:10 قبل هجرية مات: 93ه أبو همزة أنس بن ما لك 1 قال أبو حاتم: منكر الحديث الحسن بن عطيه,وحفص بن عمرالبخارى أنس - أبو عتكة طريف بن سلمان 2 وقال:صدوق يعقوب بن سفيان, أبو كريب,تمتام الحسن,وعلي ابني صالح, ابي عا تكه مات: 211 أبو علي الحسن بن عطيه 3 جعفر بن عامر 4 أبو سعيد بن زياد 5 أبو محمد 6 محمد بن علي بن عفان 7 أبوالحسن علي بن محمد بن عقبة 8 محمدبن اسحاق,عبدالله بن محمد يحي بن يحي النيسابورى,عبدان بن عثمن,أبى كامل الجحدرى ولد: 220ه أبو عبدالله الحا فظ محمدبن نصر 9 Penelitian Kualitas Rijalul Hadits. 2 قول النقا د روى عنه روى عن ولد/مات لقب اسم رقم هومن أصحاب الرسول الحسن,ابن سر,الشعبى رسول الله, أبو بكر, عثمان ولد:10 قبل هجرية مات: 93ه أبو همزة أنس بن ما لك 1 قال أبو حاتم: منكرالحدث الحسن بن عطيه,وحفص بن عمر البخارى أنس - أبو عتكة طريف بن سلمان 2 وقال:صدوق يعقوب بن سفيان, أبو كريب,تمتام الحسن,وعلي ابني صالح, ابي عا تكه مات: 211 أبو علي الحسن بن عطيه 3 العباس بن اسماعيل 4 محمد بن على بن حبيب 5 احمد بن خالد 6 على بن محمد بن بيان 7 محمد بن على 8 قال النسائ : ثقة النسائ, ابو حاتم, ابن جرير ابيه,سعيد بن منصور, ابى داود الطيالسى ولد :193ه مات: 268 ه محمدبن على بن ميمون 9 محمدبن ناصر 10 Kualitas Sanad dan Perawinya Suatu Hadits dimungkinkan menjadi shohih, dha’if, ataupun maudhu’ salah satunya dapat diketahui melalui penelitian sanad dan rawinya. Hadits maudhu’ dari sisi sanadnya antara lain dapat diketahui apabila periwayatnya adalah munafik atau seorang pendusta. Tentang kritik terhadap sanad, telah kita kemukakan tentang apa yang telah disyaratkan para ‘Ulama berkenaan dengan rawi’, yaitu kejujuran, kekuatan ingatan, kekuatan hafalan, dan mendengar langsung yang harus ada pada setiap rawi dalam mata rantai sampai akhirnya bersambung dengan seorang sahabat. Selain itu, periwayat yang dapat diterima riwayatnya adalah periwayat yang bersifat adil dan dhabith. Menurut kaedah kasahihan sanad Hadits yang telah disepakati oleh mayoritas Ulama Hadits, bahwa jumlah periwayat tidak menjadi persyaratan. Ini berarti, periwayat yang hanya seorang saja, asal dia bersifat adil dan dhabith, telah dapat diterima riwayatnya. Dari gambaran skema yang ada (skema sanad hadits. 1), maka dapat dilihat bahwa periwayatan hadits yang pertama bersambungan, namun pada periwayat ke-3 (al-Hasan bin ‘Athiyah) meriwayatkan kepada dua orang, yaitu Ja’far bin ‘Amir dan Abu Sa’id bin Ziyad. Dan pada persambungan selanjutnya Abu Sa’id bin Ziyad juga memperoleh dari Ja’far bin ‘Amir yang kemudian meriwayatkan kepada periwayat berikutnya. Demikian pula dengan kualitas para perawinya, untuk periwayat pertama (Anas bin Malik) memang tidak diragukan lagi ke-dhabitan-nya karena beliau termasuk salah satu Sahabat Nabi SAW. Dan untuk perawi ke-3 (al-Hasan bin ‘Athiyah) juga dikatakan Shaduq. Tetapi untuk periwayat ke-2 dinilai sebagai periwayat yang pendusta atau orang yang sering menghilangkan hadits (dzahibul hadits), dan periwayat ke-4 sampai seterusnya merupakan periwayat yang tidak dikenal, sehingga sanad yang ada pada Hadits tersebut dianggap dha’if al-isnad, dan dha’if-nya tergolong parah. Sedangkan pada skema sanad hadits 2 periwayat yang ke-1, ke-2, dan ke-3 sama dengan skema sanad Hadits yang pertama. Maka dapat dilihat bahwa periwayatan hadits yang kedua ini sanadnya bersambungan menurut skema di atas. Namun untuk kualitas para perawinya banyak yang tidak dikenal dan sebagian lainnya ada yang dinilai sebagai pendusta. Untuk periwayat pertama (Anas bin Malik) memang tidak diragukan lagi ke-dhabitan-nya karena beliau termasuk salah satu Sahabat Nabi SAW. Dan untuk perawi ke-3 (al-Hasan bin ‘Athiyah) juga dikatakan Shaduq. Tetapi untuk periwayat ke-2 dinilai sebagai periwayat yang pendusta atau orang yang sering menghilangkan hadits (dzahibul hadits), dan periwayat ke-4 sampai periwayat ke-8 dan ke-10 merupakan periwayat yang tidak dikenal. Sedangkan untuk periwayat ke-9 (Muhamad bin ‘Ali bin Maimun) menurut imam an-Nasai adalah Tsiqah. Dengan demikian sanad yang ada pada Hadits tersebut dianggap dha’if karena banyak periwayat yang tidak dikenal dan sebagian lainnya ada yang dinilai sebagai pendusta atau orang yang sering menghilangkan hadits (dzahibul hadits), walaupun ada dua periwayat yang dinilai Shoduq dan Tsiqah (periwayat ke-3 dan ke-9). Dengan demikian, maka sanad yang pertama dan kedua sama-sama tergolong dha’if yang berat. Kritik Matan Dalam penyampaian lafal (matan) maupun makna suatu Hadits, maka ke-dhabit-an seorang rawi adalah syarat ke-shahih-an dari beberapa syarat yang harus dimiliki para rawi Hadits. Jika keadilan seorang rawi ditujukan dalam masalah moralitas, maka ke-dhabit-an rawi ditujukan dalam kapasitas kepahaman, kecerdasan, dan dalam penerimaan serta periwayatan Hadits, sehingga ia mampu menyampaikan kembali secara baik dan benar apa yang dimaksud Rasul Saw. dalam Haditsnya. Sehingga fiqh al-hadits (kandungan makna) yang ada dalam suatu Hadits dapat dipahami dengan benar tanpa adanya kekeliruan pemahaman orang yang menerima atau mendengarnya. Penelitian terhadap matan Hadits ini (Hadits tentang mencari Ilmu di Negeri Cina) yang pemakalah ambil dari dua kitab yang telah ditulis di atas (Syu’bul Iman dan al-Maudhu’at) yang menjejelaskan tentang motivasi mencari Ilmu ini tidak pemakalah lakukan karena sanadnya berkualitas dha’if yang tergolong berat. Memang terkadang suatu Hadits sanadnya dha’if tetapi matan-nya shahih karena diriwayatkan pula melalui jalur lain. Sebagaimana kadang-kadang suatu sanad shahih tetapi matan-nya dha’if karena rancu atau memiliki cacat. Namun demikian, mengenai kandungan maknanya tetap diungkap karena mengingat bahwa semangat ataupun dorongan tentang mencari Ilmu yang terkandung dalam Hadits tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat baik dalam Al-Quran maupun Sunnah. Namun demikian, hendaknya Hadits tersebut tidak dipedomani sebagai sumber utama, karena sanadnya berkualitas lemah (dha’if). Sebenarnya memang tidak mudah untuk mengambil keputusan ataupun garis kesimpulan mengenai kualitas Hadits tersebut. Tetapi dari beberapa kitab yang diambil untuk melakukan takhrij al-hadits dan kitab-kitab yang digunakan untuk meneliti kualitas para perawi maupun sanadnya telah menunjukan kepada kita bahwa hampir semua rawinya tidak dikenal. Ada sebagian yang dikenal tetapi dinilai sebagai periwayat yang dha’if (lemah). Memang ada periwayat yang dinilai tsiqah, bahkan ada yang termasuk salah satu dari Sahabat Nabi yang tidak diragukan lagi ke-dhabitan-nya, namun banyak sanad dan perawi yang menunjukan adanya kecacatan, sehingga hadits tersebut dinilai dha’if al-isnad (lemah sanadnya). 2. Fiqhul Hadits (Kandungan Makna) dari Hadits tentang Mencari Ilmu di Negeri Cina Islam adalah Agama yang sistem aqidah dan syariatnya ditegaskan atas dasar Ilmu. Artinya, Islam merupakan Agama yang menampilkan diri berdasarkan atas Ilmu Pengetahuan dan menjadikan tuntunan mencari Ilmu sebagai salah satu bentuk ibadah yang paling besar nilainya. Tuntutan kewajiban mencari Ilmu ini diilustrasikan dalam QS. Al-‘Alaq: 1-5, wahyu yang pertama diturunkan Allah kepada Nabi Muhamad SAW. Demikian banyak pesan Al-Quran yang memuat semangat dan anjuran mencari Ilmu dan memperkuat kedudukan akal. Mengenai pemahaman tentang hadis tersebut di kalangan Ulama belum ada kesepakatan pendapat, sehingga dalam memberikan interpretasi (penafsiran)-nya terdapat dua versi. Ada yang mengartikannya secara majazi (kiasan) yaitu, "Carilah ilmu walaupun berada di tempat yang amat jauh dan mendapatkan banyak kendala dan rintangan dalam mencarinya." Di antara ulama yang memiliki pemahaman yang demikian ialah Syaikhul Islam Muhammad bin Salim Al-Hifni (wafat 1081 H). Namun banyak Ulama yang memberikan interpretasi terhadap hadis tersebut secara hakiki. Maksud hadits itu menurut mereka, janganlah hanya mempelajari Ilmu Pengetahuan yang berhubungan dengan urusan Agama atau ibadah saja, tetapi juga mencari dan mempelajari berbagai Ilmu pengetahuan lainnya, seperti ilmu kedokteran, matematika, kimia, biologi, sosiologi, astronomi, arsitektur, dan lain-lain. Kalau pengertiannya hanya menyangkut Ilmu yang berkaitan dengan Ilmu keagamaan, niscaya Nabi Saw. tidaklah memerintahkan umatnya supaya menuntut Ilmu walaupun sampai ke negeri Cina (Tiongkok), sebab keadaan penduduk negeri Cina pada masa itu umumnya masih menyembah berhala atau arca sehingga tidak mungkin dijadikan sebagai tempat atau sumber untuk mempelajari Ilmu keagamaan atau ibadah. D. Penutup 1. Kesimpulan Hadits tentang motivasi untuk mencari Ilmu (uthlubul ilma walau bisshin) memang merupakan salah satu perkataan yang sudah masyhur atau sering kali kita dengar. Namun, setelah kita teliti bersama ternyata banyak sanad atau rawi Haditsnya yang dinilai dha’if yang berat dan bahkan banyak yang tidak dikenal. Meskipun ada beberapa yang dianggap tsiqah atau bahkan ada yang tidak diragukan lagi ke-dhabitan-nya karena merupakan salah satu Sahabat, akan tetapi kebanyakan dari rawinya tidak dikenal, sehingga Hadits tersebut dinilai sebagai Hadits maudhu’. Sedangkan dilihat dari segi kandungan matan-nya, hadits ini memang tidak bertentangan dengan pesan-pesan yang ada atau diilustrasikan dalam Al-Quran seperti semangat atau dorongan untuk mencari Ilmu yang disampaikan dalam QS. Al-‘Alaq ayat 1-5 yang merupakan wahyu pertama. Berkaitan dengan kandungan makna (fiqh al-hadits) yang terdapat dalam Hadits tersebut, pemakalah lebih setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa pemahaman terhadap Hadits ini lebih cocok jika dipahami secara hakiki. Hadits ini mempunyai maksud bahwa carilah Ilmu walau sampai atau di tempat yang amat jauh, dan dalam mencari Ilmu hendaknya jangan hanya mempelajari Ilmu keagamaan atau soal ibadah saja, tetapi juga Ilmu-ilmu yang lain seperti Ilmu kedokteran, fisika, matematika, astronomi, biologi, dan lain-lain. Karena kalau Ilmu yang dimaksudkan Nabi hanyalah Ilmu keagamaan atau ibadah saja, niscaya Nabi tidak menunjuk kepada Negeri Cina karena bukan merupakan tempat atau sumber Ilmu keagamaan atau ibadah. 2. Saran dan Penutup Dalam penulisan makalah ini tentu penulis sebagai manusia biasa mempunyai kekurangan atau kesalahan yang belum penulis ketahui, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif senantiasa kami harapkan demi makalah selanjutnya agar lebih baik. Namun demikian, berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan telah menunjukan bahwa Hadits tentang motivasi mencari Ilmu (uthlubul ilma walau bisshin) yang sudah kita kenal ternyata merupakan Hadits yang dinilai dha’if oleh kebanyakan Ulama Hadits. Dengan demikian, hendaknya kita dalam menyampaikan Hadits haruslah teliti atau mengetahui lebih dahulu apakah itu merupakan Hadits yang Shahih atau dha’if, atau bahkan bisa jadi itu bukan Hadits yang berasal dari Nabi atau hadits maudhu’ (Hadits yang dibuat-buat atau palsu). Kalau Hadits yang shahih tentunya sudah memenuhi kriteria ke-shahih-an sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Seandainya Hadits yang telah kita teliti di atas (uthlubul ilma walau bisshin) merupakan Hadits yang shahih, maka Negeri Cina yang diungkapkan dalam Hadits itu bukan merupakan petunjuk tentang keutamaan Negeri Cina karena pada masa Nabi hidup Cina masih merupakan wilayah yang penduduknya belum memeluk Agama Islam. Ingat, tetapi jika Hadits itu merupakan Hadits yang shahih. Wallahu a’lam. DAFTAR PUSTAKA ‘Itr, Nuruddin , Ulumul Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012). Abdur Rohman, Abi al-Faroj, al-Maudhu’at, (Bairut: Darul Kutubul Ilmiyah, 1997), Juz 1. Abdurrahman, M, Metode Kritik Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011). Ahmad, Abu Bakr, Syu’bul Iman, (Bairut: Darul Kutubul Ilmiyah, 1995), Juz 2. al-Atsqolany, Ahmad bin ‘Aliy bin Hajar Tahdzib al-Tahdzib, (Bairut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 2004), Juz 1. Ismail, M. Syuhudi, Kaedah Kasahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995). Soebahar, M. Erfan, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet. 1. Sumbulah, Umi, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008). Suryadilaga, M. Alfatih, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2010).

1 komentar:

  1. ini adalah ulasan dan rangkap rangkap yang boleh diterima daripada kita menolak terus sesuatu tanpa diusul periksa. Dan kita harus membuat jawapan melalui minda fikiran kita dan ulasan sebagai pedoman dan jgn saampai AL-quran yg penting dibaca serta trjemahannya jgn pasal hadits yg tidak nyata al quran dilupakan.. sekian. insyaallah.

    BalasHapus