Selasa, 25 Juni 2013

PERKEMBANGAN SEJARAH FIQH SIYASAH PADA MASA TURKI UTSMANI

I.    PENDAHULUAN
Sejak mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Turki Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dari ketiganya, Turki Usmani adalah yang terbesar dan terlama, dikenal juga dengan imperium Islam.
Dengan wilayahnya yang luas membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Bahkan hingga Asia Tengah, Turki Usmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama, Turki Usmani mampu berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. Tentunya hal ini membawa kesan tersendiri bahwa kerajaan Turki Usmani mampu membawa masyarakat islam dalam keajayaan selama 6 abad, hal yang menurut pemakalah adalah tergolong luar biasa.
Oleh karenanya, dalam tulisan ini setidaknya akan berusaha memaparkan kembali sejarah peradaban Islam masa turki usmani yang penuh dengan suasana politik, makalah ini akan berusaha menjelaskan bagaimana kerajaan turki usmani mampu menjadi kerajaan Islam yang paling hebat sepanjang masa, serta bagaimana pula kerajaan Islam sebesar ini bisa runtuh dan akhirnya menjadi Republik Turki pada tahun 1924.
2.  SISTEM PEMERINTAHAN TURKI UTSMANI
Kerajaan Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.
Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus  salah satu anak suku Turk yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220 M. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (Maa Wara al-Nahr). Jalaluddin menyuruh Sulaiman  agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228.  Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya; dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdkan dirinya dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium. 
Pada tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. Usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Usman. Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jum’at.  Penyerangan Bangsa Mongol pada tahun 1300 M, ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan.  Dalam keadaan kosong itulah, Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan terhadap serangan bangsa Mongol. Usman memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani.
3.  RAJA-RAJA TURKI UTSMANI
Dengan jatuhnya jazirah Arab, maka imperium Turki Usmani mempunyai wilayah yang luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna, sampai ke Aswan dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai efrat serta pedalaman Iran, sampai Bab el-Mandeb di selatan jazirah Arab.  Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan..
No    Nama Penguasa    Awal masa kekuasaan    CIRI FASE  INI

1
2
3
4



5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

37

38    Masa kesultanan:
Usman bin Ortoghal
Urkhan bin usman
Murad bin Aurkhan
Bayazid bin murad

Masa pertikaian diantara anak-anak bayazid:
Muhammad I bin Bayazid
Murad II bin Bayazid
Muhammad II (al-Fatih)
Bayazid bin Muhammad
Masa khalifah:
Salim I bin bayazid
Sulaiman (al-Qanuni) bin Salim
Salim II bin Sulaiman
Murad III bin Salim
Muhammad III bin Murad
Ahmad I bin Muhammad
Musthafa bin Muhammad
Usman II bin Ahmad
Mustafa I (kali kedua)
Murad IV bin Ahmad
Ibrahim I bin Ahmad
Muhammad IV bin Ibrahim
Sulaiman II bin Ibrahim
Ahmad II bin Ibrahim
Musthafa II bin Muhammad
Ahmad II bin Muhammad
Mahmud I bin Musthafa
Usman III bin Musthafa
Musthafa III bin Ahmad
Hamid I bin Ahmad
Salim III bin M.usthafa
Musthafa IV bin Bdul Hamid
Mahmud II bin Abdul Hamid
Abdul majid I bin Mahmud
Abdul Aziz bin Muhammad
Murad V bin Abdul Majid
Abdul Hamid II bin Abdul Majid
Muhammad Rasyad bin Abdul Majid
Muhammad Wahiduddin bin Abdul Majid
Abdul Majid bin Abdul Aziz   
699 H / 1299 M
726 H / 1325 M
761 H / 1359 M
791-805 M / 1389-1402 M


816 H / 1413 M
824 H / 1421 M
855   H / 1451 M
886 H / 1481 M

918 H / 1512 M
926 H 1519 M
974 H / 1566 M
982 H / 1574 M
1003 H / 1594 M
1012 H 1603 M
1026 H / 1617 M
1027 H / 1617 M
1031 H / 1621 M
1032 H / 1622 M
1049 / 1639 M
1058 H 1648 M
1099 H / 1687 M
1102 H / 1690 M
1106 H / 1694 M
1115 H / 1703 M
1143 H / 1730 M
1168 H / 1754 M
1171 H / 1757 M
1187 H / 1173 M
1203 H / 1788
1222 H / 1807 M
1223 H / 1808 M
155 H / 1839 M
1277 H / 1860 M
1293 H 1876 M
1293 H/ 1877 M
1328 H / 1910 M

137 H / 1918 M

1340-342 H / 1921-1923 M   
Masa Sultan yang Kuat













Masa kekuatan dan khalifah Masa kelemahan




Masa kelemahan





Masa kemerosotan dan
kemunduran








Masa

pengeuasaan sultan dan

peninggian


4.  DINAMIKA SOSIAL POLITIK
Persinggungan Islam dengan Turki melalui sejarah panjang, terhitung sejak abad pertama hijriyah hingga suku-suku Turki menjadi penganut dan pembela Islam. Pengaruh Turki dalam dunia Islam semakin terasa pada masa Pemerintahan al-Musta’sim (640-656 H./1242-1258 M.), khalifah terakhir dinasti Abbasiyah. Sejak masa itu bangsa Turki dari berbagai suku senantiasa terlibat dalam jatuh bangunnya berbagai dinasti di daerah mana mereka bertempat tinggal dan mengabdi.

5. KEMAJUAN PADA MASA KERAJAAN TURKI
Kerajaan Turki Usmani merupakan salah satu kerajaan Islam yang bertahan lama yang mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai hal. Selain pembangunan dalam bentuk fisik, perkembangan pesat juga terjadi dalam hal pemikiran  Diantara kemajuan-kemajuan yang capai kerajaan Usmani yaitu : a. Sosial Politik dan Administrasi negara
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani berlangsung dengan cepat, hal ini diikuti pula oleh kemajuan dalam bidang politik, terutama dalam hal mempertahankan eksistensinya sebagai negara besar. Hal ini berkaitan erat dengan sistem pemerintahan yang diterapkan para pemimpin Dinasti ini. Selain itu, tradisi yang berlalu saat itu telah membentuk stratifikasi yang membedakan secara menyolok antara kelompok penguasa (small group of rulers) dan rakyat biasa (large mass).
Sebagai struktur masyarakatnya sangat heterogen, Dinasti Usmani mempunyai kekuasaan yang menentukan nasib warga Timur Tengah dan Balkan, sampai pada tingkat yang luar biasa. Dinasti Usmani tersebut mendominasi, mengendalikan dan membentuk masyarakat yang dikuasainya. Salah satu konsep utama yang diterapkan oleh Usmani adalah perbedan antara askeri dan ri’aya, yakni antara kalangan elit penguasa dan yang dikuasai, elit pemerintah dan warga Negara, antara tentara dan pedagang, antar petugas pemungut pajak dan pembayar pajak. Bahkan, untuk menjadi kelas penguasa seseorang harus dididik dalam kebahasaan dan tata cara yang khusus yang disebut dengan tata cara Usman. Seseorang dapat menjadi elit Usmani melalui keturunan atau melalui pendidikan sekolah-sekolah kerajaan, kemiliteran atau pendidikan sekolah keagamaan.
b. Bidang Militer
Kerajaan Turki Usmani mampu menciptakan pasukan militer yang mampu mengubah Turki menjadi Mesin perang yang paling tangguh dan  memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri non Muslim. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen di asramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Ketika terjadi kekisruan ditubuh militer, maka Orkhan mengadakan perombakan dan pembaharuan, yang dimulai dari pemimpin-pemimpin personil militer. Program ini ternyata berhasil dengan  terbentuknya kelompok militer baru yang disebut dengan pasukan Janissari atau Inkisyariyah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan kuat dalam penaklukan negeri Non Muslim. Selain itu, ada juga ada juga tentara feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat, pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah.
Keberhasilan ekspansi wilayah dibarengi dengan terciptanya jaringan pemerintah yang teratur. Di masa Sulaiman I, disusunlah sebuah kitab undang-undang (qonun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur. Kitab ini menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi abad ke-19.
Pengelolaan administrasi pemerintah tidak hanya terbatas sampai ketingkat propinsi, tetapi selanjutnya diefektifkan dengan membentuk daerah-daerah tingkat II yang dikepalai masing-masing seorang kepala daerah (sanjaks). Di tingkat pusat, di samping ada sultan ada grand vizier (perdana menteri) yang dibantu oleh beberapa pembantu,diantaranya oleh para ulama yang berfungsi sebagai lembaga pemberi fatwa atau dewan pertimbangan.
c. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
Dalam bidang pendidikan, Dinasti Usmani mengantarkan pada pengorganisasian sebuah sistem pendidikan madrasah yang tersebar luas. Madrasah Usmani pertama didirikan di Izmir pada tahun 1331, ketika itu sejumlah ulama di datangkan dari Iran dan Mesir untuk mengembangkan pengajaran Muslim dibeberapa toritorial baru.  Tapi hal ini tidak begitu berkembang, karena Turki Usmani lebih memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sehingga dalam khazanah Intelektual Islam kita tidak menjumpai ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.         
Disamping pembangunan sekolah-sekolah dan akademisi-akademisi kepedulian akan ilmu pengetahuan juga terlihat dari perpustakaan-perpustakaan yang dibangun di sekitar sekolah dimana pengelolaan perpustakaan tersebut sangat tertib, terbukti dengan keteraturan catatan pemimjam.  Kemudian Pada masa sultan Al-Fatih telah dilakukan penerjemahan khazanah-khazanah lama dari bahasa yunani, latin, Persia dan arab kedalam bahasa turki, salah satu buku yang diterjemahkan adalah Masyahir al-Rijal (orang-orang terkenal) karya poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan ke bahasa turki adalah buku karangan abu al-qasim al-zaharowi al-andalusi, seorang ahli kedokteran yang berjudul Al-Tashrif fi Al-Thibbi. Buku ini kemudian diberi tambahan pembahasan alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi operasi bedah
d. Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya : Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu 
Belum lagi,  karena Turki mengusai beberapa kota pelabuhan utama, seperti pelabuhan-pelabuhan sepanjang laut tengah (Afrika Utara), pelabuhan laut merah,  teluk Persia, pelabuhan di Siria (pantai Libanon sekarang), pantai Asia Kecil dan yang paling strategis adalah pelabuhan Internasional Konstantinopel yang menjadi penghubung Timur dan Barat waktu itu, maka Turki menjadi penyelenggara perdagangan, pemungut pajak (cukai) pelabuhan yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi Turki.

6. PERLUASAN WILAYAH
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Usman (raja besar keluarga Usman), pada tahun 1300 M. dia memulai memperluas wilayahnya.  Perluasan wilayah (ekspansi) para Sultan Usmani menjadi model. Hal ini berlangsung paling tidak sampai dengan masa Pemerintahan Sulaiman I. untuk mendukung hal itu, Orkhan membentuk pasukan tangguh yang dikenal dengan Inkisyariyyah. Pasukan Inkisyariyah adalah tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk Islam.  Ternyata, dengan pasukan tersebut seolah-olah Dinasti Usmani memiliki mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim. Maka pada masa orkhan I kerajaan Turki Usmani dapat ditaklukkan Azmir (Asia kecil), tahun 1327, Thawasyani (1330), Uskandar (1338), Ankara (1354), dan Gholipolli (1356). Daerah-derah ini adalah bagian dunia eropa yang pertama kali dapat dikuasai kerajaan Usmani.
Ekspansi yang lebih besar terjadi pada masa Murad I. di masa ini berhasil ditaklukan wilayah Balkan, Adrianopel (sekarang bernama Edirne, Turki), Macedonia, Sofia (ibukota Bulgaria) dan seluruh wilayah Yunani. Melihat kemenangan yang diraih oleh Murad I, kerajaan-kerajaan Kristen di Balkan dan Eropa timur menjadi Murka. Mereka lalu menyusun kekuatan yang terdiri atas Hongaria, Bulgaria Serbia dan Walacia (Rumania), untuk menggempur Dinasti Usmani. Meskipun Murad I tewas dalam pertempuran tersebut, kemenangan tetap dipihak Dinasti Usmani. Ekspansi berkutnya dilanjutkan oleh putranya, Bayazid I.
Puncak ekspansi terjadi pada masa Sultan Muhammad II yang dikenal dengan gelar al-Fatih (sang penakluk). Pada masanya dilakukan ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran. Kota penting yang berhasil ditaklukannya adalah Konstantinopel (kota kerajaan Romawi Timur) yang ditaklukkan pada tahun 1453. setelah ditaklukkan, kota tersebut diubah namanya menjadi Istambul (tahta Islam). Kejatuhan Konstantinopel ke tangan Dinasti Usmani memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilayah lainnya., seperi Serbia, Albania dan Hongaria.
Maka, dengan adanya berbagai ekspansi, menyebabkan ibukota Dinasti Usmani berpindah-pindah. Sebagai contoh, sebelum Usman I memimpin Dinasti Usmani, ia mengambil kota Sogud sebagai ibukotanya. Kemudian setelah penguasa Dinasti Usmani dapat menaklukkan Broessa pada tahun 1317, maka pada tahun 1326 Broessa dijadikan ibukota pemerintahan. Hal ini berlangsung sampai pemerintahan Murad I. ternyata, di masa Murad I kota Adrianopel yang ditaklukkannya itu dijadikan sebagai ibukota pemerintahan. Sampai ditaklukkanya Konstantinopel oleh Muhammad II, yang kemudian diganti namanya menjadi Istambul sebagai ibukota pemerintahan yang terakhir.
Ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Usmani dalam perluasan wilayah Islam. (1) kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghanimah (harta rampasan perang). (2) sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan. (3) semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam. (4) letak Istambul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan dua selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi Timur. (5) kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya.

7. RUNTUHNYA KERAJAAN TURKI USMANI
Sampai pada akhir kekuasaan Sulaiman al-Qanuni I kerajaan Turki Usmani berada ditengah-tengah dua kekuatan monarki Austria di Eropa dan kerajaan Syafawi di Asia. Melemahnya kerajaan Usmani setelah wafatnya Sulaiman I dan digantikan oleh Salim II. Pengganti kepemimpinan ini ternyata tidak mampu menghadapi kondisi tersebut. Pada awal abad ke-19 para Sultan tidak mampu mengontol daerah-daerah kekuasaannya. Dan melemahnya militer Turki Usmani berakibat munculnya pemberontakan-pemberontakan. Beberapa daerah berangsur-angsur mulai memaisahkan diri dan mendirikan pemerintah otonom.
Oleh karena itu, keruntuhan Khilafah Utsmaniyah (974-1171 H/1566-1757 M) terjadi pada saat kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) yang  telah dianggap sebagai permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan berakhirnya zaman keemasannya.
Hal ini ditandai dengan melemahnnya semangat perjuangan prajurit utsmani yang menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi mmusuh-musuhnya. Pada tahun 1663 , tentara utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan hongaria. Tahun 1676 turki kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hungaria dan menandatangani perjanjian karlowits pada tahun 1699 yang berisi pernyataan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada penguasa Venetia.
Pada tahun 1774, penguasa Usmani, Abdul Hamid menandatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi pengakuan kemerdekaan Crimenia dan penyerahan benteng-benteng pertahanan di laut hitam serta memberikan izin kepada rusia untuk melintasi selat antara laut hitam dengan laut putih. Apabila dikategorikan, maka faktor-faktor keruntuhan kerajaan Turki Usmani adalah:
1.    Faktor internal
Karena luas wilayah kekuasaan serta buruknya system pemerintahan, sehingga hilangnya keadilan, banyaknya korupsi dan meningkatnya kriminalitas. Heterogenitas penduduk dan agama. Kehidupan istimewa yang bermegahan. Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang pada sebagian besar peperangan turki mengalami kekalahan.
2.    Faktor Eksternal
Munculnya gerakan nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki selama berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut. Kemudian ketika Turki mulai lemah mereka bangkit untuk melawannya.
Terjadinya kemajuan teknologi di barat khususnya bidang persenjataan. Turki selalu mengalami kekalahan karena mereka masih menggunakan senjata tradisional, sedangkan wilayah barat seperti Eropa telah menguunakan senjata yang lebih maju lagi.
Melihat faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran Turki tersebut, hal ini berawal dari orang-orang arab yang menghadapi orang-orang utsmaniyah, mereka berada dalam dilema yaitu mereka di sisi lain ingin menghormati Turki sebagai cerminan persatuan kaum muslimin, di sisi lain mereka mempunyai landasan berfikir ingin memerdekakan diri dari kerajaan Turki tersebut.
E. ANALISIS FIQH SIYASAH
Diakui ataupun tidak, dalam kurun waktu 6 abad berkuasa, kerajaan turki usmani telah diakui oleh sejarah sebagai kerajaan Islam terbesar dan terlama dibanding dengan kerajaan Islam lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal penting sehingga kerajaan ini mampu bertahan sedemikian lamanya. Kami ingin menganalisis dari bebagai aspek, meskipun tidak secara menyeluruh, hanya bagian-bagian tertentu saja, yaitu :
1)    Sistem Sosial Masyarakat
Salah satu kunci kesuksesan dan keberhasilan Turki usmani adalah adanya persatuan di antara masyarakatnya yang begitu banyak, (pada tahun 1520 jumlah penduduk kerajaan Turki Usmani adalah 11,692,480 peduduk). Persatuan ini oleh pemerintah diwadahi dalam bentuk organisasi keagamaan bernama millet. Millet adalah kelompok agama yang diperbolehkan membangun komunitasnya sendiri di bawah peraturan dan perlindungan kerajaan Turki Usmani. Pluralitas yang diberikan pada rakyatnya mampu memberikan rasa persatuan bagi rakyat dari berbagai wilayah yang ditaklukannya sehingga, semua masyarakatnya bersatu
Namun pada akhirnya sistem ini runtuh bersamaan dengan munculnya paham nasionalisme yang disebarkan oleh bangsa barat, yang memang bertujuan menyerang dari dalam masyarakatnya. Sehingga setiap wilayah / kerajaan kecil yang ditaklukannya mulai memberontak dari dalam atas semangat nasionalisme mereka, masyarakat kerajaan turki usmani pun kemudian terpecah belah, setelah sebelumnya bersatu, bahkan kerajaan turki usmani mendapat julukan “The Sickman Europe” (Orang Eropa yang sakit).
Hal ini kemudian ingin dihilangkan dengan memberikan paham pan-turkisme, paham untuk menyatukan seluruh masyrakat Turki, namun paham ini tidak bisa diterima rakyat, berlanjut dengan paham pan-islamisme oleh Sultan Abdul Hamid II, paham yang menyerukan umat islam bersatu secara politik, persatuan ini diwujudkan berupa pengakuan Sultan Turki Usmani sebagai khalifah umat Islam, gagasan ini berhasil mendapat simpati umat islam untuek beberapa tahun. Namun perlawanan barat tidak berhenti sampai di situ, kartu As terakhir mereka adalah mengusung paham demokrasi yang kemudian mengakhiri kerajaan Turki Usmani dan memunculkan Republik Turki yang dipelopori oleh Mustofa Kemal At-Taruk.
2)    Segi Kekuatan Militer
Jelas Turki Usmani pada saat itu berbeda dengan kerajaan-kerajaan Islam sebelumnya, kerajaan Turki Usmani, mulai dari raja pertamanya Usman hingga raja terhebatnya Sulaiman Al Qanuni, lebih memfokuskan pada perkembangan militer. Hal ini dikarenakan bangsa Turki terkenal sebaga bangsa yang berdarah militer, sehingga semangat militernya sangat kuat, untuk itu sebagian besar APBN kerajaan dipergunakan untuk membiayai prajurit perang daripada untuk keperluan lain, seperti agama, ilmu pengetahuan dan lain-lain.
Bahkan untuk memperbanyak prajurit, raja kedua Turki Usmani, Orkhan mengangkat Bangsa-bangsa non-Turki sebagai prajurit, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim. Hal ini menjadikan kerajaan ini lebih kuat dibandingkan kerajaan-kerajaan lain, sehingga semakin banyak wilayah yang ditaklukkan maka semakin banyak pula prajurit-prajurit baru yang dapat dilatih untuk dijadikan tentara islam. Jadilah kerajaan turki usmani kerajaan yang hebat dan berwilayah yang luas.
Sistem pemerintahan, saat wilayah semakin luas, tentunya sistem pemerintahan harus hebat juga, dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Sulaiman Al Qanuni menerapkan sistem pemerintahan pembagian wilayah kekuasaan, sehingga dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-’alawiyah (bupati). Hal ini menjadikan kerajaan turki usmani pada masa sulaiman Al-Qanuni bisa mengatur wilayah yang sedemikian besarnya.
3)    Segi Ilmu Pengetahuan
Meskipun kerajaan Turki Usmani hebat dalam hal sistem militer dan sistem pemerintahan, namun mereka tidak terlalu memperhatikan ilmu pengetahuan, yang sebenarnya bisa lebih memperkuat tenaga militer. APBN Negara sebagian besar dipergunakan untuk membiayai pendidikan militer bangsa-bangsa non-turki untuk dijadikan prajurit islam yang kuat, sehingga hanya sedikit yang dipergunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan kelemahan tersendiri bagi mereka.
Berbeda dengan kerajaan-kerajaan barat yang lebih memfokuskan perhatian pada ilmu pengetahuan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuannya berkembang pesat, yang kemudian memperkuat militer dengan senjata-senjata api baru, yang tidak dimiliki oleh turki usmani. ketika bangsa turki usmani diserang oleh bangsa barat dengan senjata baru mereka, bangsa turki usmani mulai kekualahan. Sehingga pasca kehebatan dan wilayahnya yang luas, sedikit demi sedikit kerajaan ini mulai digerogoti, baik dari luar kerajaan maupun dari dalam kerajaan (pemberontak).
Munculnya kaum elit, bahwa raja-raja setelah sulaiman al qanuni, kurang bisa mengatur pemerintahannya, bahkan ditambah lagi munculnya kaum elit kapitalis di wilayah pemerintahan, sehingga individualitas antar pemimpin dan golongan-golongan elit semakin tumbuh, yang berlanjut dengan penumpukan harta umtuk kepentingan masing-masing, hal ini dimanfaatkan oleh Negara-negara yang telah dikuasainya untuk memerdekakan diri, mereka tidak mau lagi dimanfaatkan tenaganya oleh bangsa turki untuk dijadikan tentara, disamping itu serangan-serangan barat pada wilayah terluar kerajaan juga semakin memperburuk suasana pemerintahan, anggaran dana yang seharusnya dipergunakan untuk memperkuata pertahanan militer Negara sebagian besar dikuasai dan dimonopoli oleh kaum elit kerajaan, hal ini mengakibatkan semangat berperang prajurit melemah karena tidak adanya dana untuk peperangan yang memadai, sehingga perlahan-lahan wilayah kerajaan mulai mengalami penyusutan, hingga pada tahun 1924 kerajaan Turki Usmani berubah menjadi Republik Turki.

IV.    SIMPULAN
Suku Turki terkenal sebagai suku bangsa yang berjiwa militer, mempunyai kemampuan mengatur strategi perang, sehingga mereka mampu mempertahankan keutuhan kerajaan dalam waktu yang lama. Karena berjiwa militer, maka ketaatan terhadap pemimpinnya (sultan) sangat menonjol, yang diikuti dengan pejabat kerajaan yang hampir semua dari golongan mereka, sehingga persaingan dengan suku bangsa lain tidak terjadi.
Turki Usmani yang disibukkan dengan usaha-usaha penaklukan tentu saja tidak sempat terlalu banyak mempersembahkan karya-karya material yang bisa dinikmati sekarang. Akan tetapi, peranannya dalam memperluas wilayah, membendung serangan musuh dan meneruskan estafet kekuasaan Islam, terutama ketika menaklukkan Konstantinopel

V.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari tentunya makalah ini tak lepas dari kesalahan-kesalahan, baik itu kesalah tulisan atau kesalahan materi, oleh karena itu kritik dan saran yang kontruktif dari segenap pembaca mata kuliah Fiqh Siyasah senantiasa kami harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Al Usairi, Ahmad, terjemah Tarikhl Al Islamiy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar, 2008.

Busman Edyar, Ilda Hayati, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Pustaka  Asatruss, 2009.

Ensiklopedi Islam, jilid IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1990.

Hamka, Sejarah Umat Islam III, Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Maarif, Ahmad Syafii, Sejarah Pemikiran dan Peradapan Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.

Maryam, Siti dkk. (ed.) Sejarah Pearadaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002.

Mughni, A. Syafiq, Sejarah Kebudayaan di Turki, Jakarta: Logos, 1997.

Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya I, Jakarta: UI Press, 1992.

Syalabi, Ahmad, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami, Kairo: Maktabah al-Nahdhat al-Mishriyah, tth.

Syalaby, Ali Muhammad, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, (Jakarta: Pustaka Al kautsar, 2008.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), cet. XIII.








<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar