Selasa, 25 Juni 2013

RUANG LINGKUP FIQH SIYASAH

I.    PENDAHULUAN
Islam sebagai agama telah menyediakan berbagai kerangka normatif dan implementatif untuk dijadikan sebagai pedoman umat manusia dalam berperilaku di muka bumi. Islam tidak memberikan kerangka itu dalam bentuknya yang paling detail, melainkan memberikan panduan nilai-nilai dan kerangka aplikasi sesuai dengan problem yang dihadapi umat manusia. Dengan demikian, Islam tampil sebagai agama yang mampu menjawab segala tantangan zaman.   
Menurut teori yang dikemukakan J.J. Rousseau (1712-1778 M), bahwa secara natural law, setiap individu-individu melalui perjanjian bersama antara mereka membentuk sebuah masyarakat (social contract). Dengan terbentuknya sebuah masyarakat ini, maka secara otomatis pula, terbentuklah sebuah pemerintahan yang dapat mengatur dan memimpin masyarakat tersebut.
Dikatakan pula, bahwa hukum Islam itu adalah sebuah hukum yang sangat menyeluruh, dalam arti hukum Islam dapat mencakup segala aspek kehidupan manusia. Padahal, di satu sisi, hukum Islam terlihat secara lahirnya hanya dikaitkan dengan hukum dogmanitas yang seolah-olah bersifat vertikal, bukan horizontal. Ternyata pandangan ini salah. Karena terbukti hukum Islam secara langsung mengatur urusan duniawi manusia, sama ada yang muslim maupun yang bukan muslim.
Maka dari sinilah perlunya sebuah disiplin ilmu di dalam hukum Islam yang dapat mengatur konsep pemerintahan. Karena pemerintahan sangat diperlukan di dalam mengatur kehidupan manusia. Disiplin ilmu tersebut adalah fiqh siyâsah.

II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Apa Pengertian Fiqh Siyasah?
B.    Bagaimana Obyek dan Metode Pembahasan Fiqh Siyasah?
C.    Apa Saja Bidang-bidang Fiqh Siyasah?
D.    Bagaimana Pengembangan Fiqh Siyasah di Era Modern?
III.    PEMBAHASAN
A.    Pengertian Fiqh Siyasah
Istilah fiqh siyasah merupakan tarkib idhafi atau kalimat majemuk yang terdiri dari dua kata, yakni fiqh dan siyasah. Secara etimologis, fiqh merupakan bentuk mashdar dari tashrifan kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti pemahaman yang mendalam dan akurat sehingga dapat memahami tujuan ucapan dan atau tindakan (tertentu).
Sedangkan secara terminologis, fiqh lebih populer didefinisikan sebagai berikut: Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat perbuatan yang dipahami dari dalil-dalilnya yang rinci.
Adapun Al siyasah berasal dari kata سا س يسوس سياسة yang berarti mengatur, mengendalikan, mengurus, atau membuat keputusan. Secara terminologis, sebagaimana dikemukakan Ahmad Fathi Bahatsi, siyasah adalah pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara’.
Definisi lain ialah Ibn Qayyim dalam Ibn ‘Aqil menyatakan:
"Siyasah adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasulullah tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah tidak menentukannya" 
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, fiqh siyasah adalah ilmu tata negara Islam yang secara spesifik membahas tentang seluk-beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa penetapan hukum, peraturan, dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran Islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghindarkannya dari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dijalaninya.
Prinsipnya definisi-definisi tersebut mengandung persamaan. Siyasah berkaitan dengan mengatur dan mengurus manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara dengan membimbing mereka kepada kemaslahatan dan menjauhkanya dari kemudaratan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, terdapat dua unsur penting di dalam Fiqh Siyasah yang saling berhubungan secara timbal balik, yaitu: 1. Pihak yang mengatur, 2. Pihak yang diatur. Melihat kedua unsur tersebut, menurut Prof. H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah itu mirip dengan ilmu politik, yang mana dinukil dari Wirjono Prodjodikoro bahwa:
“Dua unsur penting dalam bidang politik, yaitu negara yang perintahnya bersifat eksklusif dan unsur masyarakat”.
Akan tetapi, jika dilihat dari segi fungsinya, fiqh siyasah berbeda dengan politik. Menurut Ali Syariati seperti yang dinukil Prof. H. A. Djazuli, bahwa fiqh siyasah (siyasah syar’iyyah) tidak hanya menjalankan fungsi pelayanan (khidmah), tetapi juga pada saat yang sama menjalankan fungsi pengarahan (`ishlah). Sebaliknya, politik dalam arti yang murni hanya menjalankan fungsi pelayanan, bukan pengarahan. Definisi politik adalah: Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.
Ternyata, memang di dalam definisi ilmu politik di sini, tidak disinggung sama sekali tentang kemaslahatan untuk rakyat atau masyarakat secara umum.


B.    Obyek dan Metode Pembahasan Fiqh Siyasah
Objek kajian fiqh siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara warga negara dengan warga negara, hubungan antar warga negara dengan lembaga negara, dan hubungan antara lembaga negara dengan lembaga negara, baik hubungan yang bersifat intern suatu negara maupun hubungan yang bersifat ekstern antar negara, dalam berbagai bidang kehidupan. Dari pemahaman seperti itu, tampak bahwa kajian siyasah memusatkan perhatian pada aspek pengaturan. Penekanan demikian terlihat dari penjelasan T.M. Hasbi Ash Shiddieqy:
“Objek kajian siyasah adalah pekerjaan-pekerjaan mukallaf dan urusan-urusan mereka dari jurusan penadbirannya, dengan mengingat persesuaian penadbiran itu dengan jiwa  syariah, yang kita tidak peroleh dalilnya yang khusus dan tidak berlawanan dengan sesuatu nash dari nash-nash yang merupakan syariah ‘amah yang tetap”.
Hal yang sama ditemukan pula pada pernyataan Abul Wahhab Khallaf:
“Objek pembahasan ilmu siyasah adalah pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi persesuaiannya dengan pokok-pokok agama dan merupakan realisasi  kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya”.
Secara garis besar maka objeknya menjadi, pertama, peraturan dan perundang-undangan, kedua, pengorganisasian dan pengaturan kemaslahatan, dan ketiga, hubungan antar penguasa dan rakyat serta hak dan kewajiban masing-masing dalam mencapai tujuan negara.
Metode yang digunakan dalam membahas Fiqh Siyasah tidak berbeda dengan metode yang digunakan dalam membahas Fiqh lain, dalam Fiqh Siyasah juga menggunakan Ilm Ushul Fiqh dan Qowaid fiqh.


Secara umum, metode yang digunakan adalah:
1.    Al-Ijma’
Al-Ijma’ merupakan kesepakatan (konsensus) para fuqaha (ahli fiqh) dalam satu kasus. Misalnya pada masa khalifah Umar ra. Dalam mengatur pemerintahannya Umar ra melakukan musyawarah maupun koordinasi dengan para tokoh pada saat itu. Hal-hal baru seperti membuat peradilan pidana-perdata, menggaji tentara, administrasi negara dll, disepakati oleh sahabat-sahabat besar saat itu. Bahkan Umar ra mengintruksikan untuk shalat tarawih jama’ah 20 raka’at di masjid, merupakan keberaniannya yang tidak diprotes oleh sahabat lain. Hal ini dapat disebut ijma’ sukuti.
2.    Al-Qiyas
Dalam fiqh siyasah, qiyas digunakan untuk mencari umum al-ma'na atau Ilat hukum. Dengan qiyas, masalah dapat diterapkan dalam masalah lain pada masa dan tempat berbeda jika masalah-masalah yang disebutkan terakhir mempunyai ilat hukum yang sama.
Dalam hal qiyas berlaku kaidah :
اَلْحُكْمُ يَدُوْرُوْ مَعَ عِلَتِهِ وُجُوْدًا وَعَدْمًصا
"hukum berputar bersama ilatnya, ada dan tidaknya hukum bergantung atas ada dan tidaknya ilat hukum tersebut"
3.    Al-Mashlahah al-Mursalah
Al-mashlahah artinya mencari kepentingan hidup manusia
dan mursalah adalah sesuatu yang tidak ada ketentuan nash Al-Qur'an dan As-Sunah yang menguatkan atau membatalkan. Al-mashlahah al-mursalah adalah pertimbangan penetapan menuju maslahah yang
harus didasarkan dan tidak bisa tidak dengan استقراء  (hasil
penelitian yang cermat dan akurat).
4.    Sadd al-Dzari’ah dan Fath al-Dzari’ah.
Sadd al-Dzari'ah adalah upaya pengendalian masyarakat menghindari kemafsadatan dan Fath al-Dzari’ah adalah upaya perekayasaan masyarakat mencapai kemaslahatan.
Sadd al-Dzari’ah dan Fath al-Dzari’ah adalah "alat" dan bukan "tujuan", contohnya ialah pelaksanaan jam malam, larangan membawa senjata dan peraturan kependidikan. Pengendalian dan perekayasaan berdasar sadd al-dzari’ah dan fath al-dzari’ah dapat diubah atau dikuatkan sesuai situasi.
Dalam hal Sadd al-Dzari’ah dan Fath al-Dzari’ah berlaku kaidah :
للوسا ئل حكم المقاصد
"Hukum 'alat’ sama dengan hukum ‘tujuan’nya".
5.    Al-‘Adah
Kata Al-‘Adah disebut juga Urf. Al-‘Adah terdiri dua macam, yaitu : al-‘adah ash sholihah yaitu adat yang tidak menyalahi syara’
dan al-‘adah al-fasidah yaitu adat yang bertentangan syara’.
Dalam hal Al-‘adah berlaku kaidah :
العادة محكمة
"Adat bisa menjadi hukum"
6.    Al-Istihsan
Al-Istihsan secara sederhana dapat diartikan sebagai berpaling dari ketetapan dalil khusus kepada ketetapan dalam umum. Dengan kata lain berpindah menuju dalil yang lebih kuat atau membandingkan dalil dengan dalil lain dalam menetapkan hukum.
Contoh : menurut sunnah tanah wakaf tidak boleh dialihkan kepemilikannya dengan dijual atau diwariskan, tapi jika tanah ini tidak difungsikan sesuai tujuan wakaf, ini berarti mubazir. Al-Qur'an melarang perbuatan mubazir, untuk kasus ini maka diterapkan istihsan untuk mengefektifkan tanah tersebut sesuai tujuan wakaf.
7.    Kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyah
Kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyah adalah sebagai teori ulama yang banyak digunakan untuk melihat ketetapan pelaksanaan fiqh siyasah. Kaidah-kaidah itu bersifat umum. Oleh karena itu, dalam penggunaannya, perlu memerhatikan kekecualian-kekecualian dan syarat-syarat tertentu.
Kaidah-kaidah yang sering digunakan dalam fiqh siyasah, antara lain:
الحكم يدورو مع علته وجودا وعدما
“hukum berputar bersama ilatnya, ada dan tidaknya hukum bergantung atas ada dan tidaknya ilat hukum tersebut”.
تغير الأحكام بتغير الأزمنة والأمنكة والأحول والعواعد والنيات
“Hukum berubah sejalan dengan perubahan zaman, tempat, keadaan, kebiasaan dan niat”.
دفع المفاسد وجلب المصالح
 “Menolak kemafsadatan dan meraih kemaslahatan”.

C.    Bidang-bidang Fiqh Siyasah
Berkenaan dengan luasnya objek kajian fiqih siyasah, maka dalam tahap perkembangan fiqh siyasah ini, dikenal beberapa pembidangan fiqh siyasah. Tidak jarang pembidangan yang diajukan ahli yang satu berbeda dengan pembidangan yang diajukan oleh ahli lain. Hasbi Ash Siddieqy, sebagai contoh, membaginya ke dalam delapan bidang, yaitu;
1.    Siyasah Dusturriyah Syar’iyyah
2.    Siyasah Tasyri’iyyah Syar’iyyah
3.    Siyasah Qadha’iyyah  Syar’iyyah
4.     Siyasah Maliyah Syar’iyyah
5.    Siyasah Idariyah Syar’iyyah
6.    Siyasah Kharijiyah Syar’iyyah/Siyasah Dawliyah
7.    Siyasah Tanfiziyyah Syar’iyyah
8.    Siyasah Harbiyyah Syar’iyyah
Contoh lain dari pembidangan fiqh siyasah terlihat dari kurikulum fakultas syari’ah, yang membagi fiqh siyasah ke dalam empat bidang, yaitu:
1.    Fiqh Dustury
2.    Fiqh Maliy
3.    Fiqh Dawly
4.    Fiqh Harbiy
Pembidangan-pembidangan di atas tidak selayaknya dipandang sebagai “pembidangan yang telah selesai”. Pembidangan fiqh siyasah telah, sedang dan akan berubah sesuai dengan pola hubungan antarmanusia serta bidang kehidupan manusia yang membutuhkan pengaturan siyasah.
Dalam fiqh tersebut, berkenaan dengan pola hubungan antarmanusia yang menuntut pengaturan siyasah, dibedakan:
1.    Fiqh siyasah dusturiyyah, yang mengatur hubungan antara warga negara dengan lembaga negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara yang lain dalam batas-batas administratif suatu negara. Jadi, permasalahan di dalam fiqh siyasah dusturiyyah adalah hubungan antara pemimpin di satu pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakat. Maka ruang lingkup pembahsannya sangat luas. Oleh karena itu, di dalam fiqh siyasah dusturiyyah biasanya dibatasi hanya membahas pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya. Contoh Negara yang menganut siyasah dusturiyyah yaitu Negara Indonesia, Ira’ dan lain-lain. Misalnya: Membayar pajak tepat waktu, pembuatan identitas kewarga negaraan seperti pembuatan KTP, SIM, dan AKTA Kelahiran.
2.    Fiqh siyasah dawliyyah, Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan Kepala Negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan Internasional, masalah territorial, nasionalitas ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan qishash. Fiqh yang mengatur antara warga negara dengan lembaga negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari negara lain. Contoh Negara yang menganut siyasah dauliyah yaitu Negara Iran, Malaysia, dan Pakistan. Meskipun tidak sepenuhnya penduduknya beragama Islam. misalnya. Misalnya: NATO PBB.
3.    Fiqh siyasah maliyyah, fiqh yang mengatur tentang pemasukan, pengelolaan, dan pengeluaran uang milik negara. Maka, dalam fiqh siyasah ada hubungan di antara tiga faktor, yaitu: rakyat, harta, dan pemerintah atau kekuasaan. Dalm suatu kalangan rakyat, ada dua kelompok besar dalam suatu negara yang harus bekerja sama dan saling membantu antar orang-orang kaya dan miskin. Fiqh siyasah ini, membicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil untuk mengharmonisasikan dua kelompok tersebut, agar kesenjangan antara orang kaya dan miskin tidak semakin lebar. Adapun Negara yang menganut fiqih maliyyah adalah Semua Negara. Contohnya: RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan Negara). 

D.    Pengembangan Fiqh Siyasah di Era Modern
Dunia Islam setelah tiga kerajaan besar Islam mundur; kerajaan Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia (1700-1800 M), tidak mampu menandingi keunggulan Barat dalam bidang tehnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan organisasi.
Menghadapi penestrasi (perembesan) budaya dan tradisi Barat, sebagian pemikir Islam: a). ada yang apriori dan anti Barat b). ada yang ingin belajar dan secara selektif mengadopsi gagasannya dan c). ada juga yang sekaligus setuju utuk mencontoh gaya mereka. Sikap pertama menganggap bahwa ajaran Islam lengkap, untuk mengatur kehidupan manusia termasuk politik dan kenegaraan. Merujuk pada sistem dari nabi Muhammad saw dan Khulafa al-Rasyidin. Sikap kedua melahirkan kelompok yang beranggapan bahwa Islam hanya menyajikan seperangkat tata nilai dalam kehidupan politik kenegaraan umat Islam. Kajian-kajian politik kenegaraan harus digali sendiri melalui proses reasoning (ijtihad). Sikap yang ketiga melahirkan kelompok orang yang sekuler. Berkeinginan untuk memisahkan kehidupan politik dari agama. Model-model inilah yang kemudian berkembang sampai dengan sekarang.
Pada periode modern, para pemikir islam bangkit dari kemunduran yang melanda di negeri-negeri muslim, hampir seluruh dunia islam berada di bawah penjajahan Barat. Maka sebagian para pemikiran islam modern atau kontemporer mempunyai suatu kecenderungan untuk mencoba meniru barat, ada juga yang menolak barat dan menghendaki kembali kepada kemurnian islam, hal-hal seperti itu dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik Islam, yaitu integralisme, interseksion, dan sekularisme.
Kelompok pertama memiliki bahwa agama dan politik adalah menyatu, tak terpisahkan. Dalam pandangan kelompok ini negara tidak bisa dipisahkan dari agama, karena tugas negara adalah menegakkan agama sehingga negara islam atau khilafah islamiyah menjadi cita-cita bersama. Karena itulah syariat islam menjadi hukum negara yang dipraktikan untuk seluruh umat islam. Kelompok  pertama ini diwakili oleh:  Muhammad Rasyid Ridha (1869-1935 M), Hasan bin Ahmad bin Abdurrohman Al-Banna atau dikenal Hasan Al-Banna (1906-1949 M), Abu al-A’la al-Maududi (1903-1979 M), Sayyid Quthb (1906-1966 M), dan Imam Khomeini (1900-1989 M).
Dari sejumlah pemikir yang memiliki pandangan integralistik ini menunjukkan bahwa islam tidak bisa dipisahkan dengan negara yang ditunjukkan oleh mereka dalam aktivitas politiknya dalam bentuk partai politik islam yang bertujuan untuk merebut negara dari penguasa sekuler.
Budaya-budaya fiqih siyasah pada era modern adanya perkembangan mengenai gagasan-gagasan politik dan kebudayaan yang tidak terlepas dari pengaruh sekularisme ke tengah-tengah umat manusia. contohnya bidang tekhnologi, ilmu pengatahuan, ekonomi dan organisasi. Timbulnya budaya-budaya tersebut, semakin lemahnya dunia Islam di bawah penjajahan bengsa Barat. Hampir seluruh Negara Muslim berada di bawah imperialisme dan colonialisme.
Kelompk kedua memiliki pandangan bahwa agama dengan politik melakukan simbolis atau hubungan timbal balik yang saling bergantung. Agama membutuhkan negara untuk menegakkan aturan-aturan syariat. Sementara negara membutuhkan negara untuk mendapatkan legitimasi. Para pemikir tersebut menunjukkan garis pemikiran politik yang moderat dengan tidak mengabaikan pentingnya negara terhadap agama. Dan kelompok ini diwakili oleh; Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Iqbal (1873-1938 M), Muhammad Husan Haikal (1888-1945 M), Fazlur Rahman (1919-1988 M).
Kelompok ketiga, para pemikir memiliki pandangan bahwa agama harus dipisahkan dengan negara dengan argumen Nabi Muhammad SAW tidak pernah memerintahkan untuk mendirikan negara. Terbentuknya negara dalam masa awal Islam hanya faktor alamiah dan historis dalam kehidupan masyarakat, sehingga tidak perlu umat Islam mendirikan negara Islam atau Khilafah Islamiah. Dan kelompok ini diwakili oleh: Ali Abd al-Raziq (1888-1966 M), Thaha Husein (1889-1973 M), Mustafa Kemal Atturk (1881-1938 M).







IV.    ANALISIS
Fiqh siyasah adalah sebuah disiplin ilmu yang isinya adalah membahas hukum-hukum pemerintahan dan konsep menjalankan pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam dengan tujuan memberi kemaslahatan bagi rakyatnya.
Adapun ruang lingkup fiqh siyasah secara keseluruhan dan secara umum, dapat dikelompokan kepada tiga (3) kelompok: 1. Siyasah dusturiyyah, 2. Siyasah dauliyyah, 3. Siyasah maliyyah.
Pertama, Siyasah Dusturiyah (peraturan perundang-undangan) meliputi pengkajian hukum (tasyrifiyah) oleh lembaga legislatif, peradilan (qadhaiyah) oleh lembaga yudikatif dan administrasi pemerintah (idariyah) oleh lembaga eksekutif. Adapun Contohnya yaitu: membayar pajak tepat waktu, pembuatan identitas kewarga negaraan seperti pembuatan KTP, SIM, dan AKTA Kelahiran.
Kedua, Siyasah dauliyyah (kedaulatan, kerajaan, kekuasaan, wewenang). Meliputi kekuasaan Kepala Negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan Internasional, masalah teritorial, nasionalitas ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga negara asing dengan tujuan untuk mengatur antara warga negara dengan lembaga negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari negara lain. Adapun Negara yang menganut siyasah dauliyyah ini yaitu Negara Iran, Malaysia, dan Pakistan. Contohnya: NATO PBB.
Ketiga, Siyasah Maliyah (ekonomi/moneter) ternasuk dalma siyasah maliyah ialah sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak publik, pajak dan perbankan. Adapun Negara yang menganut fiqih maliyyah adalah Semua Negara, contohnya: RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan Negara).
Melihat definisi serta luasnya pembahasan ruang lingkup fiqh siyasah, sebaiknya kajian fiqh siyasah ini benar-benar didalami secara mendalam di dalam kelas fiqh siyasah ini karena sangat penting bagi kemajuan pemikiran mahasiswa.
Pembelajaran fiqh siyasah tidak hanya mengacu pada teks-teks fiqh siyasah, akan tetapi juga dapat dirujuk pada kitab-kitab furu’ lainnya. Hendaknya, organisasi gerakan mahasiswa, study group, dan dosen-dosen mulai mewarnai sistem pemikiran politiknya berlandaskan fiqh siyasah, karena selama ini, ideologi yang dipakai hanya bersifat nasionalisme semata, tanpa ada semangat Islami. 

V.    KESIMPULAN
Secara terminologis, fiqh adalah Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat perbuatan yang dipahami dari dalil-dalilnya yang rinci. Sedangkan siyasah (menurut Ibn al-Qayyim dalam Ibn ‘aqil) adalah segala perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasulullah tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah tidak menentukannya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, fiqh siyasah adalah ilmu tata negara Islam yang secara spesifik membahas tentang seluk-beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa penetapan hukum, peraturan, dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran Islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghindarkannya dari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dijalaninya.
Objek kajian fiqh siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara warga negara dengan warga negara, hubungan antar warga negara dengan lembaga negara, dan hubungan antara lembaga negara dengan lembaga negara, baik hubungan yang bersifat intern suatu negara maupun hubungan yang bersifat ekstern antar negara, dalam berbagai bidang kehidupan.
Metode-metode fiqh siyasah, yaitu: ijma’, al-Qiyas, al-mashlahah al-mursalah, sadd al-dzari’ah dan fath al-dzari’ah, al-‘adah, al-istihsan, serta kaidah-kaidah fiqhiyyah.
Adapun bidang-bidang fiqh siyasah, antara lain: Fiqh siyasah dusturiyyah, fiqh siyasah dawliyyah dan fiqh siyasah maliyyah.
Pada periode modern, para pemikir islam bangkit dari kemunduran yang melanda di negeri-negeri muslim, hampir seluruh dunia islam berada di bawah penjajahan Barat. Maka sebagian para pemikiran islam modern atau kontemporer mempunyai suatu kecenderungan untuk mencoba meniru barat, ada juga yang menolak barat dan menghendaki kembali kepada kemurnian islam, hal-hal seperti itu dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik Islam, yaitu integralisme, interseksion, dan sekularisme.

VI.    PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.















DAFTAR PUSTAKA

Djazuli, A., Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syari’ah, Jakarta: Kencana, 2009, Cet. 4
Salim, Abdul Mu’in, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, Cet. 1
Syarif, Mujar Ibnu, dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, Jakarta: Erlangga, 2008
http//blogfiqh.blogspot.com/2010/kuliah-fiqh-siyasah-politik-islam.html
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar